Jumat, 17 Agustus 2018

Pola Pikir Salah Orang Miskin Yang Salah Kaprah

Pola Pikir Salah Orang Miskin. Ada kalanya saya sebagai orang miskin mengevaluasi diri. Ya kenapa nasib saya begini-begini saja. Tak berubah walau jaman telah berubah dan bumi tak berhenti berputar. Saya kemudian berfikir yang salah adalah diri saya. Mungkin saya telah banyak salah langkah dan salah kaprah dan salah salah yang linnya hingga saya terbelenggu dalam kemiskinan. Intinya saya yang salah deh. Saya adalah orang miskin yang salah. 

Ilsutrasi: Foto Ist

Sejak kecil saya diajarkan untuk belajar agar pintar. Ya kala SD saya tak pernah sekalipun tak duduk di ranking kelas, entah itu satu dua atau tiga pasti saya gapai. Saya pintar kala itu. Guru, kepala sekolah, orang tua dan tetangga saya mengakui itu.

Hingga SMP saya pun masuk ke sebuah SMP RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional). Saya peringat ke 76 dari ribuan siswa yang daftar. Saya masuk ke grid nilai tinggi. Saya kala itu jadi perhatian dan jadi kebanggan. 1 dari 2 anak kampung yang sekolah di SMP beken. Prestasi di SMP pun tak bisa dibilang jelek. Beberapa kali nilai saya menduduki peringkat atas sekolah. Lalu kemudian terbesit keinginan untuk tidak melanjut SMA (karena suatu hal).

SMA menjadi masa kacau. Saya tak masuk SMA favorit. Saya terdepak dan saya sekolah di sebuah SMA yang belum terakerditasi. Naas bagi saya. Sial bagi saya dan segala macam yang buruk-buruk ke saya. Sic’’’’ dalam anggapan orang. Tapi sebenarnya tidak.

“Piye nang??,”Kata ibu saya kala itu saat tak jemput di kebun.

Gak masuk mak aku. Wes ben tenng wae,” Jawab saya sambil senyum lebar dan riang gembira.
Saya tidak menangis, saya tidak sedih. Kenapa ???

Sebenarnya saat itu memang saya tidak ingin melanjut ke SMA. Saya ingin mondok ke Bogor Jawa Barat sehingga saat tes SMA tersebut saya isi asal-asalan. Hehehe. “Seng penting tes lah,” Prinsip yang saya pakai kala itu.

Mondok gagal karena orang tua berat untuk memberi izin. Saya pun menikmati SMA non akerditasi tersebut. Sekolahnya ditengah kebun dan siswa-siswinya bandel-bandel. Saya pun ikut bandel. Dan malah paling bandel saat itu. Jam masuk 7 30 saya bisa saja datang jam 11 siang. Yang lain pakai seragam saya mah pakai kaos bola. Celana pensil era 2010 an dan rambut alay ala Baloteli membuat penampilan saya semakin keren (anggapan saya).

Makin keren makin ganteng makin kece deh kala adik tingkat mendekati saya seorang pria narsis kala itu.

Tanpa perhatian orang tua, kala itu saya semakin kacau. Mereka menuntu agar saya pintar tapi tak ada perhatian khusus ke pendidikan saya. “Sekolah sing pinter yo. Ben dadi pegawai. Kerjo nang perusahaan terus ko oleh duit okeh gek sugih,” nasehat mereka yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia sekolahlah yang pintar. Biar kamu jadi pegawai. Kerja di perusahaan, terus nanti dapat gaji besar. Kamu akan kaya.

Meski bandel, pola pikir saya pun ikut dengan nasihat orang tua saya. Ya meski bandel saya tetap pintar. Nilai kecil saat latihan sola tapi saya bisa mendapat nilai tetinggi saat ujian. Saya akui tanpa belajar saya dan mencontek saya bisa saja dapat nilai besar. Cukup saya baca sekali, bisanya saya sudah mudeng. Itu kelebihan saya saat itu.

Kemudian saya lulus dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Tanpa tahu apa jurusan saya yang saya ambil. Berkat kenalan orang tua, saya memilih jurusan yang diambil kenalan bapakku itu. “wes masuk wae jurusan kui. Ben dadi koyok dee,” artinya udahlah, masuk saja jurusan itu biar kayak bapak itu.
Itu adalah salah itu adalah salah itu adalah awal kesalahan saya. Awal mula hancurnya hidup saya. 

Awal mulanya kehancuran saya dan saya jadi gedibal (tanah yang menempel pada alas kaki). 4 tahun 2 bulan saya kuliah tak membuat saya pintar. Ya bidang itu tak sesuai dengan diri saya. Saya terbelenggu. Saat itu yang terfikir dalam diri saya ketika lulus saya akan bekerja dan mendapat uang. Nyatanya saya langkah. (rasanya ingin ngomong jorok dan kotor deh kalau ingat itu)
Lalu saya membuat sebuah kesimpulan bahwa yang saya lakukan itu adalah Pola Pikir Salah Orang Miskin .

Kenapa???

Orang miskin seperti saya terlalu fokus mencari uang. Kerja di perusahaan adalah sebuah cara pasti untuk mendapat uang. Padahal tidak toh. Nyatanya banyak orang yang duduk diam tapi diantarkan uang tiap hari.

Pola Pikir Salah Orang Miskin berfikir bahwa kerja keras akan mendapat uang. Maka saya harus kerja. Harus daat kerja. Harus bekerja pokoknya. Padalah secara tidak langsung yang begitu justru membuat saya dikendalikan oleh uang. Ya.... tujuan saya hanya uang. Kerja dan uang dan kerja. Saya telah menjadi budak uang. Saya memakai pola pikir yang salah.

Dulu, andaikan saya lebih sabar saat memilih jurusan dalam kuliah. Saya perhatikan dulu bakat saya ini apa. Jado saya tidak langsung menggadaikan masa dean saya kepada orang yang tak punya power. Karena Allah lah yang punya segala kekuatan.

Saya lalu bekaca pada Pola Pikir Salah Orang Miskin  dan saya bandingkan dengan Pola Pikir Orang Kaya.

Orang kaya punya modal, punya tujuan dan karakter hidup yang kuat. Mereka tidak mencari uang. Yang mereka lalukan adalah mengendalikan uang. Ya  mereka lebih memilih membuang uang utnuk menggaji orang ketimbang mencari kerja untuk digaji. Mereka sudah pada tahap mengendalikan uang, bukan dikendalikan oleh uang.

Pola pikir orang kaya membuatnya menjadi semakin kaya. Hal itu karena mereka mengendalikan uang bukan dikendalikan uang.

Pola Pikir Salah Orang Miskin  membuatnya semakin miskin karena dalam pikirannya uang adalah segalanya. Sehingga uang mengendalikannya. Menjadikan ia seorang pesuruh, menjadikan ia seorang pecundang tanpa karya dalam hidupnya. Hidupnya terbelenggu dalam bentuk rupiah tanpa sebuah peningkatan.

Tulisan anak kosan: Jangan baper ya. Cuma curhatan diri sebagai evaluasi. Bagi yang hendak komentar silahkan komentar yang membangun ya.

4 komentar:

  1. Karena manusia itu dinamis, maka seiring waktu juga akan mengalami perubahan dalam hal pemikiran juga. Cerita yang bagus kak.

    BalasHapus
  2. semangat ya kak biar menjadi pola pikir orang kaya,, emang kalau salah jurusan ambil kuliah mempengaruhi masa depan kita, namun yang sudah terjadi tidak perlu disesali. Yang saat ini dilakukan adalah melakukan yang terbaik dan berpola pikir yang baik, semangat meraih masa depan!

    BalasHapus
  3. yang sabar mas itu semua harus disyukuri sama saya juga seperti itu
    hal yang lumrah dalam kehidupan

    BalasHapus
  4. Tak ada istilah kata terlambat, teman.
    Selagi ada waktu, kita berusaha sebaik mungkin merubah hal yang dulu kita tak sadari bahwa itu kurang benar .., jadi hal yang lebih baik dan bermanfaat.

    BalasHapus